Milia: Penyebab, Gejala, Diagnosis, dan Pengobatan
DokterSehat.Com – Bintik putih yang muncul di wajah, paling sering di sekitar mata, disebut dengan milia. Kondisi ini adalah kondisi kulit yang sangat umum dan dapat menyerang siapa saja. Milia tidak berbahaya, tapi dapat mengganggu penampilan apabila muncul dalam jumlah banyak. Ketahui selengkapnya tentang milia melalui artikel ini!
Apa Itu Milia?
Milia adalah kondisi di mana terdapat keratin atau sel kulit mati yang terjebak di bawah permukaan kulit hingga membentuk benjolan kecil berwarna putih di kulit.
Milia paling sering muncul pada bayi baru lahir. Menurut penelitian, sekitar 40% dari jumlah bayi baru lahir memiliki milia. Meskipun begitu, milia dapat juga muncul pada anak-anak hingga orang dewasa.
Milia umumnya memiliki ukuran 1-2 mm dan paling sering muncul di wajah seperti bagian pipi dan kelopak mata. Milia juga dapat muncul di bagian kulit lain selain wajah tapi kondisi ini relatif jarang terjadi.
Milia adalah kondisi kulit yang umum dan tidak berbahaya. Kondisi ini juga tidak menimbulkan peradangan pada kulit dan tidak juga menimbulkan rasa sakit atau gatal. Namun milia di wajah yang jumlahnya banyak memang dapat mengganggu penampilan dan terkadang menurunkan rasa percaya diri seseorang.
Penyebab Milia
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, secara umum penyebab milia adalah karena keratin atau sel kulit mati terjebak di bawah permukaan kulit. Milia jenis ini dikenal sebagai milia primer. Sedangkan milia yang dipicu oleh kondisi lain disebut dengan milia sekunder. Kondisi lain yang mungkin menjadi penyebab milia adalah seperti berikut ini:
- Penggunaan make up atau produk yang mengandung parafin, petroleum,dan lanolin.
- Efek samping dari pengobatan dari penyakit kulit lain atau dari trauma.
- Paparan sinar matahari berlebihan.
Gejala Milia
Setiap penyakit ditandai dengan berbagai gejala spesifik yang berbeda-beda, begitu juga dengan milia. Berikut adalah gejala yang umumnya menandakan Milia:
- Bintik berbentuk bulat warna putih pada wajah di pipi, kelopak mata, hidung. Dapat muncul di bagian tubuh lain, namun lebih jarang terjadi.
- Bintik milia tidak menimbulkan inflamasi dan tidak terasa sakit ataupun gatal.
Diagnosis Milia
Dokter akan melakukan komunikasi atau anamnesis dengan pasien secara menyeluruh untuk memastikan diagnosis milia. Dokter akan menanyakan tentang gejala yang dialami pasien dan melakukan pemeriksaan fisik. Dokter juga mungkin akan memeriksa riwayat kesehatan pasien secara keseluruhan.
Selain itu, dokter juga akan melakukan diagnosis banding pada penyakit lain yang memiliki gejala sama untuk memastikan gejala tersebut adalah milia.
Pengobatan Milia
Milia bukan merupakan kondisi yang berbahaya, kebanyakan pengobatan milia di wajah di wajah dilakukan karena alasan estetika saja. Jumlah milia di wajah memang terkadang tidak sedikit sehingga dapat memengaruhi penampilan seseorang.
Milia pada bayi umumnya dapat sembuh dengan sendirinya dan tidak membutuhkan penanganan apapun. Pada orang dewasa, berikut adalah pilihan cara menghilangkan milia yang umumnya dilakukan:
1. Obat topikal
Cara menghilangkan milia di wajah yang pertama adalah dengan menggunakan krim retinoid (turunan vitamin A) seperti tretinoin dan adapalene.
Tujuan penggunaan krim retinoid adalah untuk mempercepat regenerasi kulit. Penggunaannya harus dengan resep dokter dan perawatannya umumnya membutuhkan jangka waktu yang cukup panjang.
Penggunaan krim retinoid umumnya dilakukan malam hari, karena retinoid tidak boleh terkena sinar matahari. Apabila digunakan pada siang hari, maka harus dikombinasikan dengan sunblock dengan SPF minimal 30.
2. Facial wajah
Tindakan facial wajah juga bisa menjadi salah satu cara menghilangkan milia.
Sebelum melakukan facial untuk mengatasi milia, pastikan Anda memilih klinik terbaik dan tindakan ini dilakukan oleh seorang ahli kecantikan profesional yang memang berkapasitas untuk melakukan facial untuk mengatasi milia.
Ahli kecantikan akan menusuk bintik milia menggunakan alat kemudian mengeluarkan keratin yang terjebak di bawah kulit tersebut. Apabila tidak dilakukan dengan benar, tindakan ini dapat menimbulkan bekas berupa noda hitam pada kulit. Selain itu, milia juga dapat tumbuh lagi apabila tidak dikeluarkan dengan maksimal.
3. Chemical peeling
Metode ketiga yang bisa dilakukan sebagai cara mengatasi milia adalah chemical peeling.
Chemical peeling adalah metode penggunaan cairan dengan kadar pH asam untuk membantu pengelupasan atau eksfoliasi kulit. Milia akan ikut terangkat oleh kulit yang terkelupas tersebut. Setelah itu kulit akan beregenerasi dan membentuk lapisan kulit baru yang lebih rata.
4. Kauterisasi
Kauterisasi adalah terapi menggunakan listrik yang dapat dilakukan untuk menyembuhkan luka.
Kauterisasi untuk mengatasi milia akan membuat milia berubah menjadi bintik hitam atau koreng yang kemudian akan mengering dan terlepas dari kulit. Penggunaan krim anti iritasi mungkin diperlukan untuk mencegah terjadinya iritasi setelah terapi ini dilakukan.
5. Cryotherapy
Cryotherapy adalah terapi yang menggunakan nitrogen cair yang diaplikasikan pada jaringan kulit yang ingin diangkat.
Terapi ini termasuk salah satu cara menghilangkan milia yang paling umum dilakukan. Nitrogen cair digunakan untuk membekukan milia sehingga milia akan mengering dan dapat terlepas dari kulit. Terapi ini dapat menyebabkan lepuh dan bengkak pada kulit yang umumnya dapat hilang dalam waktu beberapa hari.
Pencegahan Milia
Milia primer tidak memiliki pencegahan, tapi milia sekunder masih dapat dicegah. Berikut adalah beberapa tips yang bisa dilakukan untuk mencegah milia:
- Hindari penggunaan krim kental dan produk berbasis minyak
- Lakukan eksfoliasi kulit antara 2 hingga 3 kali seminggu.
- Hindari paparan sinar matahari berlebihan.
- Penggunaan retinoid topikal sebelum chemical peeling karena prosedur chemical peeling juga sering kali dapat menyebabkan milia. Namun cara satu ini berpotensi menimbulkan noda hitam dan iritasi pada kulit.
Sumber:
- Milium Cysts in Adults and Babies – https://www.healthline.com/health/milia diakses 18 Juni 2019
- How can I get rid of milia? – https://www.medicalnewstoday.com/articles/320953.php diakses 18 Juni 2019
Comments
Post a Comment